Kamis, 24 Desember 2009

Metode Ijtihad Qardhawi ( Bagian 1 )

Qardhawi menegaskan bahwa tidak sepantasnya bagi seorang yang berilmu, yang dikaruniai berbagai fasilitas akal pikiran yang bias digunakan untuk mentarjih, yaitu memilih-milih
pendapat yang lebih relevan dan real untuk dijalankan, terikat dengan suatu madzhab tertentu, tetapi seharusnya ia wajib berpegang kepada dalil dan hujjah yang kuat dan sahih untuk
menjadi pegangannya. Seorang muslim yang baik adalah orang yang selalu berpegang kepada dalil yang benar dan hujjah yang kuat sebagai parameter untuk dipedomani guna mengetahui yang haq. Dan tidaklah layak baginya mengikuti suatu pendapat hanya karena kemasyhurannya dan banyak pengikutnya.

Menurut Qardhawi ada dua pola pikir yang harus dijauhkan dari masyarakat, baik masyarakat awam maupun cendekiawan dan ulama. (Al Qardhawi- Fatawa Muasirah)


Pertama, berbagai pemahaman yang merasuk kaum muslim di era penjajahan berupa kesalahpahaman terhadap Islam, seperti memahami zuhud dengan meninggalkan kehidupan dunia secara total, sehingga dikuasai oleh orang-orang kafir, memahami keimanan terhadap takdir sebagaimana yang dipahami oleh kaum jabariah, memahami bahwa pintu ijtihad telah ditutup, akal berseberangan dengan wahyu, menganggap perempuan sebagai perangkap setan, memahami bahwa ayat-ayat Al Qur’an dapat digantung untuk menjaga diri dari jin, berkah sunnah terletak pada pembacaan Kitab Shahih Bukhari saat terjadi musibah, memahami masalah wali dan karomah dengan pemahaman yang bertentangan dengan sunnatullah, dan sebagainya. Masih banyak lagi pemahaman lain yang menyebabkan kebekuan ilmu dan pemikiran.

Kedua, berbagai pemahaman yang menyerang masyarakat bersamaan dengan serangan penjajah. Mereka masuk dari pintu dan berjalan bersama rombongannya, berlindung di belakangnya dan menjadikan mereka sebagai kiblat dan imam.

 Qardhawi menegaskan bahwa Ijtihad tidak menghilangkan tradisi fikih klasik tetapi ijtihad mengandung beberapa hal yang mendasar, yaitu :

1.       Menafsir ulang tradisi fikih klasik yang melimpah ruah melalui aliran, madzhab, dan pendapat-pendapat yang shahih terutama dari kalangan sahabat dan tabi’in, kemudian memilih mana yang lebih kuat serta sesuai dengan tujuan tujuan syariat serta kemaslahatan umat dalam kondisi yang aktual.
2.       Kembali kepada sumber, nash-nash yang shahih yang sesuai dengan tujuan umum syariat.
3.       Ijtihad untuk kasus-kasus dan masalah-masalah aktual yang tidak ada hukumnya serta belum terungkap oleh para ahli fikih terdahulu. Hal itu dilakukan untuk mengambil hukum aktual ang sesuai dengan dalil-dalil syara.

Menurut Qardhawi, ada dua bidang baru untuk ijtihad, yakni yang pertama, bidang hubungan keuangan dan ekonomi. Hal ini berhubungan dengan kegiatan perbankan, pertukaran
valuta, jaminan surat-surat berharga, deposito, dan lain sebagainya. Yang kedua, bidang ilmu pengetahuan dan kedokteran (medis), seperti masalah pencangkokan organ
tubuh, bolehkah organ tubuh itu diambil dari orang-orang non muslim untuk diberikan kepada orang-orang muslim, bolehkah donor darah dari orang non muslim untuk diberikan kepada
orang muslim, mencangkok organ tubuh binatang untuk diberikan kepada manusia.

sumber :Suhartono, S.Ag.,SH.,MH.  (Hakim PA Martapura)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resensi Buku Fiqh Negara Dr. Yusuf Qardhawi

Judul Asli:  Min Fiqh ad-Daulah fil Islam Terjemahan: Fiqih Negara Penulis : Dr. Yusuf Qardhawy Penerjemah: Syafril Halim Penerbit...